Pages

Sabtu, 02 April 2011

PENGOLAHAN BAKASANG TELUR CAKALANG

Kata Pengantar

Dari beragamnya etnis di Indonesia, Minahasa & Sangihe mungkin salah satu yang menu makanannya banyak dikolaborasikan dengan cabai, atau sambal. Malah, ada guyonan yang cukup beken di kalangan kuliner mania Minahasa, yakni: untuk memusnahkan etnis Minahasa sangat mudah. ‘Hentikan saja pasokan cabai atau sambal selama 3 bulan’

 Bakasang, merupakan salah satu produk makanan ‘aditif’ yang memiliki rasa dan bau khas ikan, berwarna kuning, dan  biasanya dicampur dengan sambal ketika akan konsumsi dengan bubur manado, pisang goreng, tahu goreng, nasi goreng, atau tumis kangkung.

Bakasang merupakan produk hasil fermentasi, yang umumnya dibuat dari isi perut ikan.

Saya jelaskan sedikit apa itu Fermentasi. Fermentasi adalah proses kimia yang mengubah komponen makro menjadi komponen mikro, dalam kondisi anaerob (tanpa oksigen), dengan bantuan mikroba.

Cara Pembuatan Bakasang Telur Cakalang

Bahan Baku                        : Telur ikan Cakalang
Bahan pembantu                 : Garam dapur (NaCl), daun jeruk, daun sereh, dan air kelapa tua.
Alat                                    : Botol bekas air mineral, ato botol kaca bekas sirop juga boleh koq, kompor,
                                            penggorengan, saringan

  1.         Telur cakalang dipilih yang berwarna kuning tua, berukuran agak besar
  2.     Cuci dengan air bersih, sambil mengeluarkan sisa-sisa empedu.
  3.         Masukan ke dalam botol plastic bekas air mineral yang telah dicuci, jangan sampai penuh. Sisakan          ± 3 cm dari penutup botol.
  4.         Masukan garam secukupnya, hingga telur cakalang tidak terlihat (lihat gambar)
  5.        Jemur di bawah terik matahari selama ± 4 – 5 hari, sambil dikocok-kocok, tanpa harus membuka penutup botolnya. Oh ya, selama penjemuran berlangsung, botol akan mengembung, akibat gas yang di hasilkan selama proses fermentasi berlangsung. Menghadapi ini, cukup memutar penutup botol secara perlahan hingga longgar, untuk mengeluarkan gas. Setelah gas keluar, dan bentuk botol kembali seperti semula, kencangkan lagi penutup botol.  Kegiatan ini akan berulang beberapa kali, hingga produk mencair, dan produksi gas berkurang. Perlu diingat, selama proses berlangsung, jangan biarkan penutup botol terbuka, hingga memungkinkan masuknya jasad renik yang dapat ‘menggagalkan’ proses.
  6. Jika panas matahari cukup terik, biasanya, pada hari ke-3, sebagian besar produk telah mencair. Proses pengocokan akan membantu mempercepat mencairnya telur cakalang. Namun lanjutkan hingga hari ke-5, agar proses berlangsung sempurna.
  7.  Untuk menambah variasi rasa, bakasang telur cakalang yang sudah jadi, dapat di tambahkan dengan bumbu penyedap seperti daun jeruk, sereh, dan sedikit air kelapa. Caranya, panaskan penggorengan (tanpa minyak dan air), masukan bakasang, lalu daun jeruk, sereh dan sedikit air kelapa tua sesuai selera. Namun saya sarankan, jangan terlalu banyak menambahkan sereh, karena dapat ‘mengaburkan’ aroma asli produk bakasang. Begitupula dengan daun jeruk dan air kelapa. Setelah bakasang mendidih, dinginkan, lalu saring dengan saringan bersih, masukan pada botol baru yang telah di cuci. Bakasang telur cakalang siap dikonsumsi, atau di pasarkan.  terserah. Selamat mencoba. 

Catatan.
a.       Pada saat mendidihkan bakasang, sebaiknya anda meminta ijin para tetangga. Kenapa? Karena aromanya akan membuat mereka marah, kalau anda tidak memberikan sedikit untuk sekedar mencicipi
b.      Untuk memperpanjang waktu simpan, bakasang cakalang dapat di simpan di lemari pendingin, atau sesekali di jemur di bawah terik matahari. Tapi jauhkan dari jangkauan anjing, kucing, atau tikus. Karena aromanya sangat menggoda hewan-hewan tersebut (mereka juga termasuk tetangga juga toh..?).

Manfaat Produk

Karena tergolong produk baru (kemungkinan besar), saya berikan metode/resep ini secara gratis kepada siapapun yang kebetulan membaca tulisan ini. Bukan, bukannya untuk meningkatkan traffic pengunjung ke blog saya, untuk meningkatkan penghasilan saya. Lah wong saya ngga beriklan koq.  Coba liat, emangnya saya pake adsen ato amazon? Anggaplah ini sebagai ucapan syukur saya bisa nulis resep dari apa yang saya uji coba. Ngga semua harus diuangkan toh?...hehehe,..bukan sombong loh.

Saya menggunakan  telur cakalang sebagai bahan baku kali ini, hanya sebagai salah satu contoh. Karena pembaca bisa menggunakan daging ikan, atau produk perikanan lainnya seperti daging hiu, kepiting, dll. Itupun kalau terjadi kelimpahan. Artinya, ketika suatu jenis ikan melimpah, kan nilai jualnya turun, jadi pengolahan bakasang ini bisa dimanfaatkan sebagai olahan alternative.

Saya pikir, melalui eksperimen lanjutan hingga diperoleh citarasa yang bisa diterima baik konsumen, bukan tidak mungkin produk ini bisa dijadikan sumber penghasilan. Artinya juga, konsumennya tidak hanya orang Minahasa & Sangihe saja. Wuiihhh, ada yang mulai pake itung-itungan duit tuh,…hahaha…. Monggo mas, mba yu….it’s for you

Selain itu, bagi para mahasiswa Pengolahan Hasil perikanan, mungkin aja tulisan ini bisa dijadikan ide untuk penelitian, misalnya identifikasi mikrobanya, fase pertumbuhannya, atau yah cuma sekedar sebagai bahan seminar kan lumayan.

Pokoknya, liat sendiri deh maanfaat tulisan ini. Yang pasti, ini bukan NATO (No Action Talk Only). Saya udah beberapa kali koq berhasil memproduksinya. Untuk di makan sendiri sih. Hehe….

Ok deh, Next time, saya akan bikin resep baru lagi. Tunggu aja, musti eksperimen dulu dong…..adios

(sory ya, gambarnya tata letak gambarnya berantakan....)

Telur Cakalang (1)    







                                       
Telur Cakalang di dalam botol (3)
Pengisian dalam botol (2)
Telah di tambahkan garam (4)
Penjemuran di bawah matahari (5)
Penjemuran Telah selesai (6)

Kamis, 24 Maret 2011

KETIKA LAUTKU HILANG

Copacabana Beach, Brazilia May 2005

Aku  seekor ikan. Manusia menamaiku Tuna. Kata mereka, aku dari family scombridae. Thunnus albacores, nama latinku. Atau Madidihang. Bentuk tubuhku torpedo. Karena itu aku dikenal sebagai perenang cepat.
Sebagai ikan, daerah jelajahku tak terbatas. Dan petualanganku kali ini di daerah Brazil.

Saat tertidur antara soft coral, aku bermimpi buruk. “Lautan tak ada lagi.”

Begini mimpiku…..

Curah hujan menurun sangat drastis, karena penguapan yang terjadi berkurang signifikan. Bumi di landa kekeringan di mana-mana

Punahnya beberapa species mahluk hidup, karena tak mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Namun muncul juga species baru karena kemampuannya beradaptasi

Bertambahnya jumlah penyakit, karena tailing & limbah nuklir ngga tau di buang ke mana

Tingkat kriminalitas meningkat karena penjahat akan lebih mudah melarikan diri

Jumlah pengangguran membludak, karena :

  •           ngga ada nelayan yg nangkep ikan
  •           ngga ada pabrik pembuat kapal ikan & kapal penumpang
  •           ngga ada pabrik pembuatan kapal selam & kapal perang
  •           tentara tidak lagi punya angkatan laut
  •           ngga ada pabrik pengolah hasil laut
  •           ngga ada pabrik obat dan kosmetik yang bahan bakunya dari laut
  •           ngga ada pabrik pembuat perlengkapan diving
  •           ngga pernah ada pariwisata bahari
  •           ngga ada Departemen Kelautan & Perikanan


Saat terbangun dari tidur, tubuhku berkeringat. Kasihan manusia pikirku. Semoga mimpi buruk ini, bisa mengingatkan manusia akan arti penting laut bagi kehidupan mereka, hingga manusia mau bahu membahu untuk melindungi laut. Karena laut merupakan anugrah Yang Maha Kuasa bagi seluruh isi alam.

MARILAH KITA JAGA LAUT KITA

Let's campaign to STOP WAR IN THE WORLD.......

Kamis, 10 Maret 2011

KE MANA RAIBNYA TONGKAT MUSA ?

Masih ingat kisah tentang salah satu Nabi yang pernah ‘membelah’ laut hanya dengan sebuah tongkat? Tepat. Nabi Musa namanya. Dari kacamata ilmu pengetahuan alam, pastinya ngga logis dong kalo Cuma sebilah tongkat kayu yang mungkin aja berasal dari pohon jambu rubuh, bisa bikin air laut misah jadi dua kutub. Tapi, lepas dari kuasa Supranatural yang menyelubungi misteri kehebatan tongkat tersebut, saya membayangkan jika saya mendapat warisan berupa tongkat tersebut, lengkap dengan kemampuan ajaibnya. Wah, jadi pengusaha ikan tersukses sejagat saya. Gimana tidak, tanpa biaya sepeserpun, saya bisa mengeksploitasi kekayaan hasil laut, sesuai keinginan saya. Tanpa perlu kapal penangkap, beraneka macam jaring, atau umpan, saya bisa memungguti ikan seenak perut saya.
Bayangkan, kalau harga sekilo ikannya Rp.7000, dengan hanya menangkap 10 ton saja, saya punya penghasilan bersih sekitar 60 juta per hari. Kalo sebulan? Wah, ngga ada apa-apanya tuh si-Donald Trumph.  Hehehe…ngimpi boleh dong. Tapi kalo dipikir-pikir, kirakira berapa lama ya ikan di laut masih bisa memenuhi kebutuhan pangan manusia? Soalnya, jumlah pertambahan penduduk kan lama-lama sama cepatnya dengan pertambahan ikan di laut, sedangkan aktifitas penangkapan bukan makin melambat, justru makin gencar. Dan untungnya, lautan juga dipengaruhi musim ombak. Ada saatnya berombak kencang, dan ada saatnya pelan. Nah Cuma saat ombaknya pelan aja para nelayan-dari yang tradisional sampai sangat modern-mengurangi akfitas nangkapnya. Itulah saatnya ikan bisa bertumbuh, dan memijah.
Ngga kebayang deh kalo laut ngga dipengaruhi musim. Sampai ikan yang baru segede tai idung juga diciduk semua. Lah wong gratis koq. Apa peraturan? Yah ampun, peraturan di laut kan Cuma berlaku kalo ada pengawasan. Tapi kalo ngga, siapa yang sudi ngelepas ikan yang udah ketangkep jaring. Boro-boro. Ikan busuk aja masih laku koq dijual, apalagi ikan segar. Biar gedenya Cuma seupil.
Balik lagi ke tongkat nabi Musa. Saya rasa, kalo aja ada orang yang bisa menciptkan tekhnologi yang keampuhannya menyerupai tongkat sang Nabi, pasti banyak pengusaha yang ngga segan-segan buka dompetnya walau tongkat tersebut seharga 25 M. kan Cuma butuh 18 bulan untuk balik modal. Itupun Cuma untuk hitungan ikan. Belum cumi-cumi, teripang, lobster, udang, serta banyak lagi. Ah,…..kayaqnya biar aja lah tongkat Nabi Musa jadi misteri. Supaya anak cucu kita masih sempat lihat mahluk yang namanya ikan, udang, cumi, serta ubur-ubur.